Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha Jusuf Hamka menagih utang sebesar Rp179,5 miliar kepada pemerintah. Terkait hal ini, Menko Polhukam Mahfud MD akan mempelajari dan mengoordinasikannya dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
"Jusuf Hamka? Nanti saya pelajari, saya enggak tahu pemerintah punya utang sama dia. Saya kira kontrak-kontrak biasa tinggal pembayaran. Nanti saya tanya ke Kemenkeu," kata Mahfud di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, Minggu (11/6).
Baca Juga
Mahfud lalu membantah jika pembayaran utang tersebut tersendat di proses verifikasi Kemenko Polhukam. Dia mengaku tidak menahan-nahan proses verifikasi itu.
Advertisement
Bahkan, dia mengklaim sudah memerintahkan Menkeu Sri Mulyani untuk membayar utang tersebut.
"Kata siapa? Enggak ada. Jadi saya verifikasi itu dan sudah buat kesimpulan yang harus bayar ini berapa dan yang tidak. Sudah dikembalikan," ujarnya.
"Karena Menkeu kan minta kepastian, sudah saya kasih, bayar," jelas Mahfud.
Jusuf Hamka Tagih Utang
Diberitakan, Pengusaha Jusuf Hamka menagih utang kepada pemerintah sebesar Rp179,5 miliar. Utang tersebut merupakan uang milik perusahaannya yakni PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. (CMNP) yang didepositokan ke Bank Yakin Makmur (YAMA).
Namun pada tahun 1998, terjadi krisis moneter yang membuat Bank YAMA mengalami kebangkrutan, sehingga pemerintah memberikan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Adanya suntikan dana ini membuat deposito yang ada di Bank YAMA seharusnya menjadi tanggungan pemerintah.
Berdasarkan naskah amandemen berita acara kesepakatan jumlah pembayaran tertulis Mahkamah Agung telah memutuskan pada 15 Januari 2010 lalu. Dalam putusan itu pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan harus membayar deposito berjangka senilai Rp78,84 miliar dan giro Rp76,09 juta.
Selain itu, putusan hukum itu juga meminta pemerintah membayar denda 2 persen setiap bulan dari seluruh dana yang diminta CMNP hingga pemerintah membayar lunas tagihan tersebut.
Masih dilansir dari sumber yang sama, CMNP sempat mengajukan permohonan teguran ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar pemerintah melaksanakan putusan yang telah inkracht tersebut. Hanya saja hal tersebut direspons pemerintah dengan meminta keringanan dengan membayar utang pokoknya saja atau tanpa denda.
Atas permintaan tersebut perusahaan milik Jusuf Hamka ini merasa keberatan dan meminta Kementerian Keuangan untuk membayar berikut dengan bunganya.
Alhasil kedua belah pihak bersepakat untuk membayar pokok dan denda dengan total nilai Rp179,5 miliar. Pembayarannya dilakukan dua tahap, yakni pada semester pertama tahun anggaran 2016 dan semester pertama 2017, dengan masing-masing senilai Rp89,7 miliar. Hanya saja, sampai saat ini, utang tersebut juga belum juga dibayar Pemerintah.
Advertisement
Kementerian Keuangan Buka Suara
Terkait hal tersebut, juru bicara Kementerian Keuangan, Yustinus Prastowo menjelaskan alasan pemerintah tak kunjung membayar utang kepada Jusuf Hamka.
Menurutnya, CMNP dan Bank Yama dimiliki oleh Siti Hardiyanti Rukmana atau Tutut Soeharto. Sehingga penjaminan dari deposito CMNP tidak mendapatkan jaminan dari pemerintah.
"Bank Yama dan CMNP dimiliki oleh Siti Hardiyanti Rukmana, maka ketentuan penjaminan atas deposito CMNP tsb tidak mendapatkan penjaminan pemerintah karena ada hubungan terafiliasi antara CMNP dan Bank Yama," kata Prastowo dalam keterangan resminya, dikutip Rabu (8/6).
Hal ini yang menjadi landasan pemerintah tidak melaksanakan kewajibannya kepada CMNP. Sehingga permohonan pengembalian ditolak oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebagai lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan penyehatan perbankan.
"CMNP tidak menerima keputusan BPPN, sehingga mengajukan gugatan untuk tetap memperoleh pengembalian deposito," kata Pras.
Atas gugatan tersebut, CMNP dikabulkan dan mendapatkan putusan yang menghukum Menteri Keuangan untuk mengembalikan deposito tersebut. Meskipun demikian, pembayaran deposito tersebut bukan disebabkan negara punya kewajiban kontraktual kepada CMNP.
"Hakim berpendapat bahwa Negara bertanggung jawab atas gagalnya Bank Yama mengembalikan deposito CMNP," tuturnya.
Dengan demikian Negara dihukum membayar dari APBN untuk mengembalikan deposito CMNP yang disimpan di bank yang juga dimiliki pemilik CMNP.
"Permohonan pembayaran sudah direspon oleh Biro Advokasi Kemenkeu kepada lawyer-lawyer yang ditunjuk oleh CMNP maupun kepada pihak-pihak lain yang mengatasnamakan CMNP," kata dia.
Mengingat putusan tersebut mengakibatkan beban pengeluaran keuangan Negara, maka pelaksanaan putusan tersebut harus memenuhi mekanisme pengelolaan keuangan negara berdasarkan Undang-Undang Keuangan Negara, terutama prinsip kehati-hatian.
Untuk itu, kata Pras, perlu terlebih dahulu dilakukan penelitian baik dari sisi kemampuan keuangan negara. Hal ini dilakukan dalam rangka menjaga kepentingan publik yang perlu dibiayai negara maupun penelitian untuk memastikan pengeluaran beban anggaran telah memenuhi ketentuan pengelolaan keuangan Negara.